Sabtu, 14 Februari 2015

Semua bolah taubat, semua boleh jihad

Abu Mihjan as-Tsaqafi radiallahu ‘anhu adalah orang seorang sahabat nabi yang terkenal, lembut tutur katanya, baik budi pekertinya, pandai bersya’ir dan gagah berani di dalam medan jihad fi sabilillah akan tetapi ia masih saja memiliki kelemahan yaitu masih meminum minuman keras, sehingga dia sering dihadapkan kepada Rasulullahsallallahu ‘alaihi wassalam untuk dikenakan hukuman had (cambuk). Bahkan ia pernah dikenakan had empat kali, dan satu kali hukuman had itu berjumlah empat puluh kali cambukan.  Suatu malam Umar bin Khattab sedang ronda dan melihat Abu Mihjan sedang mabuk karena pintunya dalam keadaan terbuka. Umar bin Khattab langsung menegur beliau dengan berkata, “Wahai Abu Mihjan kenapa engkau mabuk?”, Abu Mihjan menjawab, “Wahai Umar kenapa engkau memata-mataiku (dalam Islam tidak dibolehkan mencari-cari kesalahan orang lain), Umar pun kemudian meninggalkannya.

Setelah keempat kalinya Umar bin Khattab mendapatinya masih meminum khamer, akhirnya Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu berkata, “Wahai Abu Mihjan aku tidak bisa mencegahmu lagi, engkau orang baik, tapi engkau masih meminum khamer, maka dengan berat hati aku akan mengeluarkanmu dari Madinah”. Umar bin Khattab memerintahkan salah seorang shahabat untuk mengantarkan Abu Mihjan ke Yaman. Disaat berjalan keluar Madinah, Abu Mihjan melihat Umar bin Khattab sedang mempersiapkan pasukan yang dipimpin oleh Sa’ad bin Abi Waqash untuk memerangi Persia, ia pun bersedih karena tidak bisa ikut dalam peperangan itu, namun ia bertekad kuat untuk ikut dalam perang tersebut.

Di tengah perjalanan ketika mereka beristirahat, shahabat yang mengawal Abu Mihjan ketiduran, Abu Mihjan pun menggunakan momen tersebut untuk melarikan diri dan menyusul pasukan Sa’ad bin Waqash, dikarenakan kerinduannya untuk membela agama Allah dan jihad fi sabilillah. Setelah sadar shahabat yang mengawal tersebut kembali ke Madinah lalu melaporkan kejadian tersebut kepada amirul mukminin Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu. Mendengar hal ini Umar tahu bahwa Abu Mihjan tidak mungkin melarikan diri, ia sebenarnya lari untuk turut serta berjihad fi sabilillah. Maka Umar bin Khattab menulis surat dan memerintahkan seseorang untuk menyampaikan surat tersebut kepada Sa’ad bin Abi Waqash yang berbunyi “Wahai Sa’ad, Apabila Abu Mihjan datang jangan engka lakukan apapun kecuali engkau mengikatnya dipohon”. Setibanya Abu Mihjan di rombongan mujahidin, iapun ditangkap oleh Sa’ad bin Abi Waqash, dan ia tidak melakukan perlawanan karena ia tahu bahwa ia dalam posisi bersalah.

Ketika Abu Mihjan dalam posisi terikat, dia mendengar bunyi pertempuran yang sengit dan teriakan para mujahidin, air matanya pun mengalir dan ia menangis sejadi-jadinya kerana kedatangannya ke al Qadisiyah adalah untuk berjihad. Dia pun berteriak, “Demi Allah bukan aku takut menghadapi jihad, bukan aku takut menghadapi kematian, tapi aku sedih karena tidak bisa menghilangkan kebiasaan burukku sehingga menghalangiku untuk menjemput syahid, wahai orang yang mendengar suaraku bebaskan aku” Ketika itu isteri Sa’ad mendengarnya, dia pun merasa kasihan terhadap Abu Mihjan. Sedangkan Sa’ad radhiallahu ‘anhu saat itu sedang sakit,dan itu adalah sakit terakhir yang membuatnya tidak mampu turun untuk berperang dan dia mengatur peperangan dari tempat tidurnya. Maka ia pun melepas ikatan Abu Mihjan.

Lalu Abu Mihjan berkata kepada isteri Sa’ad, “Wahai Salma, berikan kepadaku kuda Sa’ad, Balqa, dan berikan kepadaku senjata Sa’ad. Demi Allah, jika Allah mentakdirkan aku untuk tetap hidup, maka aku akan kembali ke tempat tahanan ini dan aku ikatkan kembali rantai yang mengikat kakiku. Dan jika aku mati, maka itulah yang aku harapkan”. Mendengar ketulusan Abu Mihjan tersebut, isteri Sa’ad akhirnya memenuhi keinginannya.

Di dalam peperangan Abu Mihjan mengenakan riddah (penutup wajah), lalu dia turun ke medan jihad. Abu Mihjan adalah seorang pahlawan yang terkenal dengan keberaniannya. Ketika dia turun ke medan pertempuran, shahabat yang tidak mengetahui bahwa itu adalah Abu Mihjan berseru, “Allah turunkan Malaikat untuk membantu kita”, Sa’ad melihatnya dan merasa takjub dengan keberanian orang yang menutupi wajahnya tersebut dan ia yakin bahwa orang tersebut adalah Abu Mihjan . Sa’adpun berkata, “Jika saya tidak tahu bahawa Abu Mihjan ada di dalam penjara, tentu akan saya katakan bahwa orang itu adalah Abu Mihjan. Jika saya tidak tahu dimana Balqa berada, tentu akan saya katakan bahawa kuda yang ditungganginya adalah si Balqa”.

Mendengar perkataan suaminya, isteri Sa’ad pun berkata, Engkau benar, wahai suamiku. Sesungguhnya dia adalah Abu Mihjan dan kuda yang ditungganginya adalah Balqa.

Lalu Sa’adpun bertanya apa yang terjadi, dan isterinya menceritakan kejadian yang sebenarnya. Mendengar kata-kata isterinya, Sa’ad merasa kasihan kepada Abu Mihjan.

Ketika peperangan usai dan pasukan musuh telah kalah dan kocar kacir, Abu Mihjan kembali dan mengikatkan rantai di kakinya sendiri. Kemudian Sa’ad menemuinya sambil menangis dan melepaskan tali yang mengikat kaki Abu Mihjan, lalu berkata, Demi Allah, aku tidak akan menghukummu lagi setelah hari ini.

Maka Abu Mihjan pun menangis dan berkata, “Demi Allah aku tidak akan meminum arak lagi setelah hari ini”.

Silahkan lihat : Al-Isaabah fi Tamyiiz Al-Sahaabah, 4/173-174; Al-Bidaayah wa Al-Nihaayah, 9/632-633

Sumber: https://elbahry.wordpress.com/2012/07/03/abu-mihjan-as-t/