Kamis, 10 April 2014

Lauhul Mahfudz - bag. 2 - Takdir bukanlah Jalan Cerita

Pengertian

Bagi yang belum tahu apa itu Lauhul Mahfuz, mari, saya kasih penjelasan. Lauhul Mahfuz jika secara harfiah diterjemahkan sebagai tablet/lempengan/kitab yang terpelihara. Namun secara istilah, Lauhul Mahfuz adalah kitab yang berisi seluruh kejadian di alam semesta mulai dari permulaan zaman sampai akhir zaman. Mengenai darimana asal kata Lauhul Mahfuz sendiri di dalam Al-Qur’an disebutkan secara eksplisit di dalam surat Al-Buruuj (surah 85) ayat 22 yaituLauhim-Mahfuz, sedangkan di ayat-ayat lainnya, Lauhul Mahfuz disebutkan sebagai Kitab, Ummul-Kitab, Kitabim-Mubiin, Kitabim-Maknuun, dan Az-Zikr. Adapun bagaimana bentuk dan isi dari Lauhul Mahfuz sendiri hanya Allah yang tahu. Saya di sini hanya mengemukakan ijtihad atau pandangan saya tentang konsep takdir dan Lauhul Mahfuz.

Takdir, sesuai pelajaran yang saya dapat dari SD, terbagi menjadi dua, yaitu takdir mubram dan takdir mu’allaq. Takdir mubram adalah takdir yang tidak bisa diubah, sifatnya itu absolut, contohnya pergerakan matahari dan bulan, bernafasnya manusia dengan menghirup oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida, dan sebagainya. Sedangkan takdir mu’allaq adalah takdir yang bisa diubah, sifatnya relatif, contohnya kekayaan, kecerdasan, dan lain-lain.

Takdir juga bisa dipandang dari waktunya, yaitu apa yang disebutkan dalam rukun iman keenam: Beriman kepada Qada’ dan Qadar. Qada adalah sesuatu yang sudah ditetapkan dari awal penciptaan alam semesta, sedangkan Qadar adalah sesuatu yang sudah terjadi.



Lauhul Mahfuz is not A Story-Line


Pernah suatu ketika saya menyimak sebuah diskusi tentang takdir dan Lauhul Mahfuz. Ada yang berpendapat bahwa takdir adalah suatu skenario atau jalan cerita yang sudah ditetapkan oleh Allah dan tidak bisa diubah lagi, skenario tersebut ada di dalam kitab yang bernama Lauhul Mahfuz.

Dari situ timbul pertanyaan dalam benak saya, jika semua yang terjadi dalam hidup ini adalah sebuah jalan cerita yang sudah ditentukan alurnya, untuk apa manusia berusaha? Lebih jelasnya lagi, mengapa Allah menyuruh kita untuk mengubah takdir kita sendiri? Toh nantinya hasilnya sama saja, sesuai dengan apa yang ditentukan oleh Allah. Tapi kenyataannya apa yang terjadi dalam hidup ini bukanlah seperti itu. Saya bependapat bahwa Lauhul Mahfuz tidak mungkin seperti novel atau buku cerita.

Setelah saya membaca dan belajar lebih jauh tentang hal itu, akhirnya saya menemukan sebuah gambaran yang tepat dan mudah untuk menjelaskan konsep takdir dan Lauhul Mahfuz. Lauhul Mahfuz bukanlah sebuah jalan cerita, melainkan berisi formula-formula atau rumus-rumus yang Allah tetapkan sebagai hukum alam.

Terkait dengan dua jenis takdir yang sebelumnya saya paparkan, yakni takdir mubram (absolut) dan takdir mu’allaq (relatif), saya akan menjelaskannya dengan pelajaran matematika tentang persamaan.

Takdir mubram yang sifatnya absolut dapat saya analogikan dengan persamaan A=2. Nilai A tidak dapat diubah meskipun kita berusaha sekeras apapun, tetap saja nilai A=2. Takdir mubram inilah yang hampir mirip dengan sebuah alur cerita, namun tetap saja Allah bisa berkehendak untuk mengubahnya (penjelasan mengenai alasannya ada di bagian selanjutnya, baca lebih lanjut).

Sedangkan takdir mu’allaq yang sifatnya relatif, dapat saya analogikan dengan persamaan A=2B+1. Nilai A dapat kita ubah dengan cara bekerja keras. 
  1. Jika usaha kita (dilambangkan dengan B) bernilai 2, maka hasilnya (dilambangkan dengan A) bernilai 5. 
  2. Demikian pula jika kita bekerja lebih keras sehingga nilai B menjadi 3, nilai A pun menjadi lebih besar, yakni 7. 
  3. Dan sebaliknya, jika usaha kita kecil misalnya benilai 1, hasilnya pun akan kecil, yaitu 3. 


Peran Do’a Manusia dan Kehendak Allah (Faktor X)


Saya pernah menyampaikan pandangan saya ini kepada seorang teman untuk dimintai pendapatnya, sehingga muncul pertanyaan dari dia seperti ini: Jika takdir yang tertulis dalam Lauhul Mahfuz dianalogikan seperti rumus-rumus atau persamaan-persamaan, berarti Allah itu pasif dan tidak lagi mengurus alam semesta ini secara aktif? Alam semesta ini layaknya sebuah mesin otomatis ya? Lalu untuk apa kita berdo’a jika Allah tidak bisa mengubah ketetapannya sendiri?

Dari pertanyaan itu, saya pun menyempurnakan pemikiran saya yang tadi. Peran do’a dan kehendak Allah dapat dianalogikan seperti persamaan seperti ini:


A=2B+1+X


Dengan asumsi A sebagai hasil, B sebagai usaha, dan X sebagai kehendak Allah sendiri atau kehendak-Nya berdasarkan do’a manusia. Jadi kesimpulannya, do’a manusia dan sifat Allah Yang Maha Berkehendak juga berperan dalam menentukan takdir. Orang-orang biasanya menyebutnya dengan Faktor X.



Takdir adalah Pilihan dari Kesempatan (Choice of Chance)


Itu adalah penggambaran bagaimana pilihan kita menentukan takdir yang akan kita hadapi nantinya. Analogi tersebut menggambarkan bahwa segala sesuatunya memang sudah ditentukan sejak awal, namun bagaimana nantinya akan sesuai dengan pilihan kita sendiri. Coba lihat gambar di atas, jika saya naik motor, maka saya dihadapkan dua pilihan yaitu lewat jalan raya atau lewat jalan kecil. Jika saya memilih lewat jalan raya, maka saya tidak akan bertemu dengan teman lama, melainkan akan dihadapkan ke dua pilihan selanjutnya. Namun tidak setiap pilihan berujung pada akhir yang berbeda, bisa saja ada dua pilihan yang berakhir pada hasil yang sama.



Kesimpulan


Ini hanyalah hasil pemikiran pribadi, pendapat mengenai takdir dan Lauhul Mahfuz yang sering disalahartikan sebagai sesuatu yang mutlak dan tidak bisa diubah lagi. Padahal Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah Ar-Ra’d ayat 11 yang artinya:


…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka…


Maka dari itu, sesungguhnya Allah memberi kebebasan pada makhluk-Nya untuk memilih, berusaha, dan berdoa. Namun semuanya itu tetap berjalan sesuai ketentuan Allah yang tertulis dalam kitab Lauhul Mahfuz. Ketentuan yang dimaksud di sini bukanlah sebuah kisah atau alur cerita, melainkan sebuah bahasa pemrograman yang Allah ciptakan dengan variabel dan konstanta yang ada, atau mungkin seperti rumus logika IF dalam Microsoft Excel.

Demikian yang dapat saya bagikan. Kesalahan datang dari saya pribadi dan kebenaran datang dari Allah. Wallahu a’lam.

Referensi: 
Al-Qur’an[Surah:Ayat] 
6:59 
7:37 
10:61 
11:6 
13:11 
13:39 
17:58 
21:105 
22:70 
27:75 
34:3 
35:11 
36:12 
43:4 
56:78 
57:22 
85:22 
id.wikipedia.org 
perlop1.wordpress.com 
hamidcell.files.wordpress.com

Tidak ada komentar: